Budaya Antri
Antri adalah kebudayaan. Kebudayaan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui perilaku sehari-hari generasi yang lebih tua. Jadi generasi berikutnya (anak-anak) hanya meniru.
Mengantri juga bisa di artikan sebagai proses untuk menunggu giliran atau lebih spesifiknya antri diciptakan agar jalannya giliran bisa tertib dan nyaman. Sebaliknya juga bila antrian rusak, maka untuk mendapatkan jatah giliran menjadi tidak menentu. Bisa dikatakan contohnya jika orang yang memiliki berbadan besar atau suara keras bisa mendapatkan giliran yang pertama walaupun datangnya paling akhir.
Budaya mengantri sangat diperlukan di kehidupan kita , supaya di sekitar kita menjadi tertib dan tidak menjadi ricuh. Juga bisa membuat diri kita sabar. Tetapi dalam hal yang semudah ternyata ada sisi negatifnya juga, seperti halnya manusia atau orang yang ingin cepat mendapatkan sesuatu dia tidaklah mengantri dan langsung menerobos masuk ke dalam antrian.
Untuk melatih budaya antri sejak dini dimulai dari lingkungan keluarga. Orang tua membiasakan anak untuk sabar menunggu giliran. Misalnya, untuk mandi di rumah tidak mungkin sekaligus karena terbatas kamar mandi. Disinilah kesempatan untuk mengarahkan anak supaya terbiasa antri.
Ditaman kanak – kanak pun kita sudah dikenalkan akan budaya antrian oleh para guru. Contohnya saat akan memasuki ruangan kelas, biasanya guru memeriksa masing – masing pakaian seragamnya rapi atau tidak, kemudian kuku ikut dipriksa panjang atau tidak, juga mengantri mengambil makanan atau minuman saat jam istirahat.
Budaya ngantri dibedakan menjadi dua yaitu budaya ngantri karena terpaksa dan budaya ngantri karena kesadaran sendiri. Contoh budaya ngantri karena terpaksa, contohnya pelayanan umum seperti rumah sakit dan bank memang sudah menggunakan tiket antri. Kalau sudah kebagian tiket antri mau tak mau harus menurutinya. Jika tidak mau antri tidak akan dilayani. Kemudian contoh budaya ngantri karena kesadaran sendiri, para karyawan ngantri membeli makan di warung nasi pada saat jam istirahat makan siangdan juga masyarakat/ karyawan yang ngantri untuk naik Transjakarta.
Untuk menanamkan kebiasaan antri memang tidak instan, perlunya sosialisasi dan pendidikan ditengah masyarakat tentang budaya antri. Karena itu budaya antri harus ditanamkan oleh seseorang pada saat masih kecil hingga dewasa. Perlu juga kita memahamkan masyarakat akan pentingnya mendahulukan kepentingan bersama daripada diri sendiri. Bila keadaan memaksa ternyata orang bisa juga ngantri, tetapi diluar keadaan itu masyarakat kita sudah diharapkan untuk bisa ngantri. Banyak orang yang menganggap bahwa mengantri hanya membuat waktu berharga tersita tetapi mengantri juga mengajarkan untuk menjadi manusia yang bisa menghormati orang lain, berlatih bersabar, mengingat bahwa bukan hanya kita yang tinggal di Dunia ini.
1. Antrian TransJakarta
NIKON D5200
f/8
1/10sec.
ISO 250
Focal Length 55mm
2. Antrian Loket Monas
NIKON D5200
f/5.6
1/30sec.
ISO 500
Focal Length 29mm
3. Antrian Loket TransJakarta
NIKON D5200
f/3.5
1/15sec.
ISO 3200
Focal Length 18mm
4. Antrian Rumah Sakit
NIKON D5200
f/5.6
1/15sec.
ISO 500
Focal Length 18mm
5. Antrian Stasiun Kota
NIKON D5200
f/5.6
1/8sec.
ISO 200
Focal Length 18mm
6. Antrian ChatTime
NIKON D5200
f/5.6
1/10sec.
ISO 500
Focal Length 18mm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar